keluarga pondok kreatif berfoto bersama tuk nasir dan istri
Ini adalah sepotong cerita kehidupan tentang perujangan seorang kakek berusia 67 tahun untuk terus hidup dan bertahan melawan tekanan kehidupan di kota pekan baru.
Bermodalkan
kacang bawang titipan pak RT dan beberapa buah pisang yang ia beli di pasar,
tuk Nasir berjalan kaki setiap harinya menyisir jalan jalan mulai dari
jl.arifin ahmad,jl.rambutan,paus sampai JL.Jendral Sudirman untuk menjajakan
daganganya, penghasilanya berjualan tidaklah menentu, terkadang hanya pas pas
untuk kebutuhan makan sehari hari, jika ada lebihnya, tuk Nasir tak segan segan
untuk menyisihkan kepada yang lebih membutuhkan.
Tuk
Nasir hanya tinggal berdua dengan sang istri,Yusnimar yang berusia 64 tahun. Kehidupan
sehari hari kakek berusia 68 tahun yang akrab di sapa tuk Nasir itu sangatlah
sederhana,sangat kontras jika di lihat dengan kehidupan sekitarnya. Ia tinggal
di pondok kecil di jl.arifin achmad tepat di belakang warkop pinggiran 45.
Tuk
Nasir tidak pernah mengeluh tentang kesulitan ekonomi yang ia alami hingga usia
senjanya, ia tetap tegar bahkan cenderung mencairkan suasana. Tuk Nasir tidak
pernah pernah merasa malu dengan keadaanya, apalagi dengan perkerjaanya sebagai
pedagang cemilan keliling, ia berjualan keluar masuk cafe, kedi kopi, perumahan
warga dan di pusat pusat keramaian.
Justru
ia merasa bangga dengan dirinya karna di usia senja ini dia masih sanggup
berjuang untuk bertahan hidup ditengah gersangnya rupiahnya kota bertuah.yang ia khawatirkan hanyalah
bagaimana jika dia atau istrinya sakit,nanti biaya berobatnya darimana,kalo ia sakit
bagaimana dengan kebutuhan makanya dan istrinya selama ia sakit.
Di
usia yang sudah tidak produktif ini kebanyakan orang sudah mengalami sakit
sakitan, tapi tuk Nasir sangat bersyukur kepada Allah masih di beri kesehatan
jasmani dan rohani untuk terus memijakkan kakinya di terjalnya batu jalan dan
paving paving perumahan untuk menjajakan daganganya yang tak seberapa namun
sangat berarti bagi keberlangsungan hidup dia dan istrinya itu.
Ayah
dua orang anak ini merasa beruntung,ia
masih dapat terus mensyukuri kekurangan kekurangan yang di jadikan ujian pada
kehidupanya, ia bersyukur masih ada perhatian dari tetangga tetangga, dulu ia
dan istrinya Yunimar tinggal di sebuah bedeng kecil berukuran sangat pas-pasan,
hanya cukup untuk kasur dan tempat tidur saja, berkat rizki tuhan melalui
tangan ketua RT, tuk Nasir di berikan izin untuk tinggal sementara di tanah
yang rencananya akan di jadikan jalan protokol.
Di
atas tanah itulah ia dirikan gubuk kecil yang sangat sangat sederhana, beratapkan
seng bekas dan berdinding papan seberan(sortir,red). saat di tanya soal
anaknya, ia menjawab kedua anaknya sudah pergi merantau ke medan, usia anak sulungnya 27
tahun dan si bungsu usianya 18 tahun, kedua anaknya pergi merantau untuk
memperbaiki hidup katanya, tuk Nasir dan istrinya sebenarnya berat hati
melepaskan kedua anaknya untuk merantau, tapi apa daya karna keadaan ekonomi
dan segala tuntutan hidup yang memaksa mereka untuk merelakan anak anaknya untuk
berjuang di kampung orang.
terlebih
lagi kedua anak mereka adalah laki-laki yang akan bertanggung jawab atas
kehidupan anak istrinya di masa depan aku ngerti itu, makanya aku iznkan mereka
buat pergi merantau , itu demi kebaikan mereka juga kata tuk Nasir sembari
menekuk leher dan tertunduk haru.sesekali ku curi pandang ke arah mata nenek Yunimar
dan terlihat matanya berkaca kaca seakan teringat kepada kedua anak
kesayanganya itu.
Sejak
tahun 2008 tuk Nasir sudah bergelut dengan kerasnya hidup di kota bertuah mulai
dari buruh kasar membuat paving block, memulung barang bekas dan sekarang ia
berjualan kacang dan buah dengan keuntungan yang tidak seberapa banyak.
Ketika
di tanya kenapa tidak mengemis ia sontak menjawab "saya masih sehat,masih
sanggup utuk berusaha menghidupi saya dan istri'', bahkan ia merasa sedih
melihat orang orang orang yang masih lebih muda dan lebih kuat darinya memilih
pergi ke jalanan untuk menengadah tangan di lampu merah dan ke rumah rumah
warga.
Baginya
sebisa mungkin jangan meminta jika itu bukan hak kita, meskipun itu hak kita,
berikanlah kepada yang lebih berhak jika kita tidak terlalu membutuhkanya. Sunguh
bagai mutiara di tengah kubangan lumpur, di saat keterbatasan ruang dan ekonomi
mengikat urat urat kehidupanya, kakek berusia 67 tahun itu masih dapat befikir
lebih jernih dari air minum dalam kemasan dan tetap peduli kepada sesama.
Tapi
sebagai rakyat yang juga ingin di perhatikan pemerintah, ia memendam harap
kepada pemerintah terlebihnya kepada walikota terpilih agar di kemudian hari
akan di adakanya bantuan modal usaha untuk masyarakat yang tak memiliki barang
untuk di tukarkan menjadi modal usaha seperti keluarganya, syukur syukur kalo
di kasih tempat tinggal yang lebih layak katanya.
Selama
ini ia hanya menumpang dan berjualan cemilan dan buah alakadarnya, jadi
penghasilanya juga alakadarnya, ya begitulah kehidupan keluarga kecil kami ini
kata tuk Nasir sambil tersenyum penuh harap.
Tuk
Nasir juga berpesan kepada saya
dan teman teman dari Pondok Kreatif untuk jangan pernah mengeluh karna mengeluh
itu sama saja dengan memperberat langkah kita untuk terus berjuang melewati
ujian hidup yang tuhan berikan, kalian masih muda dan masih mempunyai banyak
harapan untuk menjadi orang yang lebih baik dari atuk, kalian harus terus
belajar dan belajar, belajar lah dari pengalaman orang lain karna pengalaman
adalah gurunya kehidupan.
Pergunakan
ilmu yang kalian dapat di sekolah sebaik mungkin dan jangan lupa untuk selalu
ikhlas menolong sesama, jangan pernah berhenti untuk berusaha nak katanya. Sontak
suasana rumah tuk Nasir pun menjadi haru, saya dan teman teman seolah berat
untuk berpamitan. Namun karna waktu sudah menunjukkan pukul 23:40 wib kami pun
berpamitan sembari menahan sendu.
penulis : cemplenk minoritas
Comments
Post a Comment